Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak-hak dan kewajiban prestrasi dan kontra-prestasi antara pekerja/buruh dengan pengusaha (Pasal 1 angka 25).
PHK merupakan suatu peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya, khususnya dari pihak pekerja/buruh, karena dengan PHK tersebut, pekerja/buruh yang bersangkutan akan kehilangan mata pencaharian untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. Oleh karenanya pihak-pihak yang terlihat dalam hubungan industrial (yakni pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah) hendaknya mengusahakan sengan segala upaya agar jangan terjadi PHK. Walaupun demikian, apabila segala upaya telah dilakukan (secara bipartite), dan PHK tidak dapat dihindari, maksud PHK tersebut wajib dirundingkan (membahas mengenai hak-hak atas PHK) oleh pengusaha dengan serikat pekerja/buruh yang bersangkutan (apabila tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh atau tidak ada SP/SB di perusahaan tersebut.). Setelah perundingan benar-benar tidak menghsilkan persetujuan (PB), pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja (PHK) setelah memperoleh penetapan (izin) dari lembaga PPHI. Dengan kata lain, PHK yang tidak terdapat alasan dan normanya dalam UUK, dapat dilakukan dengan besaran hak-haknya harus disepakati melalui perundingan (dituangkan dalam PB).
Dalam literature hukum ketenagakerjaan, dikenal adanya beberapa jenis pengakhiran hubungan kerja (PHK), yakni :
- PHK oleh majikan/pengusaha
- PHK oleh pekerja/buruh
- PHK demi hukum
- PHK oleh pengadilan (PPHI)
Pemutusan hubungan kerja (PHK) pada PKWT berakhir karena berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja yang telah disepakati. PHK pada PWKT ini termasuk jenis PHK yang terjadi demi hukum, yaitu PHK yang terjadi dengan sendirinya (secara otomatis) pada saat berakhirnya jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian kerja, kecuali dilakukan PHK karena adanya pengakhiran hubungan kerja oleh salah satu pihak. Namun pemutusan hubungan kerja (PHK) pada PKWTT dapat berakhir karena berbagai macam sebab sebagaimana diatur dalam peraturanpeundang-undangan, sesuai dengan kelompok jenisnya, yakni (antara lain) :
1. | PHK oleh majikan; |
| a. | PHK karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (Pasal 158 ayat (4)) |
| b. | PHK karena pekerja/buruh (setelah) ditahan pihak berwajib selama 6 (bulan) berturut-turut disebabkan melakukan tindak pidana di luar perusahaan (Pasal 160 ayat (3)). |
| c. | PHK setelah melalui SP (surat peringatan) I, II, dan III (Pasal 161 ayat (3) |
| d. | PHK oleh pengusaha yang tidak bersedia lagi menerima pekerja/buruh (melanjutkan hubungan kerja) karena adanya perubahan status, penggabungan dan peleburan perusahaan (Pasal 163 ayat (2)); |
| e. | PHK karena perusahaan tutup (likuidasi) yang disebabkan bukan karena perusahaan mengalami kerugian (Pasal 164 ayat (2)). |
| f. | PHK karena mangkir yang dikualifikasi mengundurkan diri (Pasal 168 ayat (3)). |
| g. | PHK atas pengaduan pekerja/buruh yang menuduh dan dilaporkan pengusaha (kepada pihak yang berwajib) melakukan "kesalahan" dan (ternyata) tidak benar (Pasal 169 ayat (3)); |
| h. | PHK karena pengusaha (orang-perorangan) meninggal dunia (Pasal 61 ayat (4)); |
| | |
2. | PHK oleh pekerja/buruh; |
| a. | PHK karena pekerja/buruh mengundurkan diri (Pasal 162 ayat (2)); |
| b. | PHK karena pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja disebabkan adanya perubahan status, penggabungan, peleburan dan perubahan kepemilikan perusahaan ( Pasal 163 ayat (1)); |
| c. | PHK atas permohonan pekerja/buruh kepada lembaga PPHI karena pengusaha melakukan "kesalahan" dan (ternyata) benar (Pasal 169 ayat (2)). |
| d. | PHK atas permohonan P/B karena sakit berkepanjangan, mengalami cacat (total-tetap) akibat kecelakaan kerja (Pasal 172). |
| | |
3. | PHK demi hukum |
| a. | PHK karena perusahaan tutup (likuidasi) yang disebabkan mengalami kerugian (Pasal 164 ayat (1)) |
| b. | PHK karena pekerja/buruh meninggal (Pasal 166) ; |
| c. | PHK karena memasuki usia pensiun (Pasal 167 ayat (5)) |
| d. | PHK karena berakhirnya PKWT pertama (154 huruf b kalimat kedua) |
| | |
4. | PHK oleh pengadilan |
| a. | PHK karena perusahaan pailit (berdasarkan putusan Pengadilan Niaga) (Pasal 165); |
| b. | PHK terhadap anak yang tidak memenuhi syarat untuk bekerja yang digugat melalui lembaga PPHI (Pasal 68) |
| c. | PHK karena berakhirnya PK (154 huruf b kalimat kedua) |
| | |
IZIN PHK
Pada prinsipnya PHK hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan (izin) dari lembaga PPHI (cq P4D/P4P) karena PHK tanpa izin adalah batal demi hukum (null and void). Namun terdapat beberapa macam PHK yang tidak memerlukan izin dimaksud, antara lain:
- PHK bagi P/B yang masih dalam masa percobaan bilamana (terlebih dahulu) telah dipersyaratkan adanya masa percobaan tersebut secara tertulis.
- PHK bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri (tertulis) atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi;
- Pekerja/buruh mangkir yang dikualifikasikan sebagai mengundurkan diri (Pasal 168 ayat (1) jo Pasal 162 ayat (4) UUK)
- Berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan PKWT (dalam hal perjanjian-kerjanya untuk waktu tertentu);
- Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketentuan (batas usia pensiun) dalam PK, PP/PKB atau peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Pekerja/buruh meninggal dunia (Pasal 154);
- PHK bagi pekerja/buruh yang mengajukan kepada lembaga PPHI dalam hal pengusaha melakukan kesalahan, namun tidak terbukti adanya kesalahan tersebut (Pasal 169 ayat (3));
- Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (Pasal 171 jo 158 ayat (1);
- Pekerja/buruh melakukan tindak pidana di luar perusahaan setelah ditahan 6 bulan/lebih (Pasal 171 jo Pasal 160 ayat (3) UUK).
Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tanpa izin (penetapan) dari lembaga PPHI (Pasal 151 (3) UUK, demikian juga PHK bukan karena alasan pekerja/buruh yang mangkir (168), adalah BATAL DEMI HUKUM (batal dengan sendirinya, dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak-hak seharusnya diterima. Kecuali jika PHK tersebut terhadap pekerja/buruh karena alasan melakukan tindak pidana siluar perusahaan setelah 6 bulan ditahan (160 (3)), atau mengundurkan diri atas kemauan sendiri (162) atau karena pekerja/buruh menuduh (tanpa dasar) kepada pengusaha melakukan kesalahan (169), dapat di-PHK TANPA IZIN dari lembaga PPHI dari lembaga PPHI (170).
LARANGAN PHK
Pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan:
- P/B (pekerja/buruh) sakit (sesuai surat keterangan dokter) selama (dalam waktu) 12 bulan secara terus terus menerus; (Pasal 93 ayat (2) huruf a).
- P/B memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (lihat penjelasan Pasal 6 PP No. 8 Tahun 1981 jo Pasal 93 ayat (2) huruf d;
- P/B menjalankan ibadah (tanpa pembatasan pelaksanaan ibadah yang keberapa, (biasanya ibadah yang pertama upah dibayar penuh), lihat Pasal 93 ayat (2) huruf e;
- P/B menikah (lihat Pasal 93 ayat (2)
- P/B (perempuan) hamil, melahirkan, gugur kandung, atau menyusui bayinya (lihat Pasal 93 ayat (2) huruf c jo Pasal 82 dan Pasal 83).
- P/B mempunyai hubungan (pertalian) darah dan semenda, kecuali (terlebih dahulu) telah diatur dan ditentukan lain dalam PK,PP/PB.
- P/B mengadukan pengusaha (kepada yang berwajib) yang melaporkan mengenai suatu perbuatan tindak pidana kejahatan;
- Adanya perbedaan faham , agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan (sp)
- P/B cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja/hubungan kerja yang menurut keterangandokter jangka waktu penyembuhannya tidak dapat ditentukan.
PHK karena alasan-alasan tersebut, adalah batal demi hukum (batal dengan sendirinya) dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.
HAK-HAK PEKERJA/BURUH YANG DI PHK
Pada prinsipnya, apabila terjadi PHK maka pengusaha diwajibkan membayar upah pesangon (UP) dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima.
Perhitungan UP didasarkan pada masa kerja (MK) setiap pekerja/buruh, dan paling sedikit:
- m.k. < thn =" 1">
- m.k. > 1 thn, < thn =" 2">
- m.k. > 2 thn, < thn =" 3">
- m.k. > 3 thn, < thn =" 4">
- m.k. > 4 thn, < thn =" 5">
- m.k. > 5 thn, < thn =" 6">
- m.k. > 6 thn, < thn =" 7">
- m.k. > 7 thn, < thn =" 8">
- m.k. > 8 thn / lebih = 9 b/u;
Perhitungan UMPK, ditetapkan sebagai berikut :
- m.k. < thn =" 0">
- m.k. > 3 thn, < thn =" 2">
- m.k. > 6 thn. < thn =" 3">
- m.k. > 9 thn, <12 thn =" 4">
- m.k. > 12 thn, < thn =" 5">
- m.k. > 15 thn, < thn =" 6">
- m.k. >18 thn, < thn =" 7">
- m.k. > 21 thn, < thn =" 8">
- m.k. > 24 thn / lebih = 10 b/u;
UPH yang seharusnya yang diterima, meliputi :
- cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
- biaya/ongkos pulang untuk P/B dan keluarganya ke tempat dimana P/B dan keluarganya ke tempat dimana P/B diterima (direkruit);
- penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15 % dari UP dan / atau UPMK bagi yang memenuhi syarat.
- Hal -hal lain yang ditetapkan dalam PK, PP atau PKB (bonus, uang prestasi)
Pada prinsipnya, cuti tahunan tidak dapat dikompensasikan dengan uang, kecuali apabila dalam PK, PP/PKB mengatur dan menentukan lain (misalnya hak cuti yang tidak diambil, dapat diganti-dikompensasi-dengan uang). Akan tetapi dalam hal terjadi PHK dan pekerja/buruh berhak atas UPH, maka hak atas cuti wajib dikompensasikan dengan uang berdasarkan Pasal 156 ayat (4) huruf a.
Biaya ongkos pulang, bukan ke tempat asal pekerja/buruh, tetapi ke tempat dimana pekerja/buruh diterima (direkrut) bekerja di perusahaan tersebut.
Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% telah dijelaskan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam suratnya kepada Kepala Dinas yang bertanggung jawab di bidang Ketatanegaraan Propinsi dan Kabupaten/Kota Nomor 18.KP.04.29.2004 tanggal 8 Januari 2004, perihal Uang Penggantian Perumahan serta Pengobatan dan Perawatan.
Hal-hal lain seperti tunjangan tidak tetap, bonus tahunan juga diberikan (apabila memenuhi syarat).
Dasar Perhitungan Upah dalam rangka PHK
Komponen upah terdiri dari 3 macam, yakni Upah Pokok (UP), Tunjangan Tetap (TT) dan Tunjangan Tidak Tetap (TTT). Komponen upah yang dijadikan dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima yang tertunda terdiri atas :
a. Upah pokok;
b. Segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap (TT) yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarga termaasuk harga pembelian dan catu yang diberikan secara cuma-cuma yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh (pasal 157 ayat (1) UUK).
Dalam hal penghasilan dibayar atas dasar perhitungan*, maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 (tigapuluh) kali penghasilan sehari; Dalam hal upah dibayar atas dasar perhitungan satuan hasil, potongan, borongan atau komisi, maka penghasilan sehari adalah sama dengan pendapatan rata-rata perhari selama 12 (duabelas) bulan terakhir, dengan selama bulan terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan UMP atau UMK/Kota; Dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan upahnya didasarkan pada upah borongan*, maka perhitungan upah 12 (duabelas) bulan terakhir. Hubungan kerja yang berhak atas "pesangon" adalah hubungan keja berdasarkan PKWTT/permanent. Namun apabila hubungan kerjanya didasarkan PKWT akan tetapi menyimpang dari ketentuan mengenai jangka waktu kontrak, perpanjangan dan/atau pembaruan kontrak (termasuk ketentuan adanya "masa jeda") atau jenis pekerjaan yang dilakukan adalah bersifat tetap, maka pekerja/buruh akan dibayarkan "pesangon" dengan dasar perhitungan upah sebagaimana tersebut) di atas.
JENIS-JENIS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DALAM UUK
Pemutusan Hubungan Kerja Karena Kesalahan Berat (158)
Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerj/buruh dengan alasan pekerja/buruh dengan alsan pekerja/buruh melakukan kesalahan berat, sebagai berikut
- melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
- memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
- mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan additif lainnya di lingkungan kerja;
- melakukan perbuatan a-susila atau perjudian di lingkungan kerja;
- menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
- membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
- dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
- dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
- membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan , kecuali untuk kepentingan negara ; atau
- melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
jenis kesalahan berat lainnya dapat diatur dalam PP/PKB, akan tetapi apabila terjadi PHK karena kesalahan berat (dalam PP/PKB)tersebut, harus mendapat izin dari lembaga yang berwenang. Demikian juga sebelum melakukan PHK, harus terlebih dahulu melalui mekanisme yang ditentukan, misalnyadengan memberi Surat Peringatan (baik berturut-turut, atau Surat Peringatan Pertama dan TErakhir) untuk jenis kesalahan berat yang ditentukan PP/PKB.
Kesalahan berat sebagaimana diatur dan ditentukan dala Pasal 158 tersebut, harus didukung dengan pembuktian sebagai berikut:
- pekerja atau buruh (sedang) tertangkap tangan;
- ada pengakuan dari pekerja/buruh; atau
- ada bukti lain, laporan kejadian dari pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan (Satpam), dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Hak Pekerja/buruh yang di PHK karena Kesalahan Berat.
Pekerja/buruh yang di PHK berdasarkan alasan kesalahan beat, dapat memperoleh uang penggantian hak (sesuai Pasal 156 ayat (4). Dan Bagi pekerja/buruh yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain mendapat uang penggantian hak, diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur (ditentukan) dalam PK, PP/PKB;
Yang dimaksud dengan pekerja/buruh yang tugas dan fungsinya mewakili kepentingan pengusaha adalah pekerja/buruh yang karena jabatannya (ex -officio) menduduki jabatan tertentu sebagaimana ditentukan dalam PP/PKB. Jabatan-jabatan tertentu tersebut, dapat ditentukan satu persatu bersdadarkan kepentingan (manajemen) perusahaan atau ditentukan level tertentu secara menyeluruh keatas.
Sebagaimana disebutkan bahwa PHK adalah merupakan kesalahan berat adalah merupakan salah satu jenis PHK tidak memerlukan izin dari lembaga PPHI (Pasal 171 jo Pasal 158 ayat (1). Dalam hal terjadi pemutusan hubungan keja karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat dan pekerja/buruh tidak menerima PHK tersebut, maka pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke lembaga PPHI atas PHK dimaksud (Pasal 159).
Pemutusan Hubungan Kerja Karena Pekerja/Buruh Ditahan (160)
Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh yang setelah selama 6 (enam) bulan (berturut-turut) tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana tanpa izin daari lembaga PPHI (pasal 160 ayat (3) jo ayat (60. Namun apabila pengadilan (Peradilan Umum) memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir, dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan kembali (Pasal 160 ayat (4). Sebaliknya dalamhal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat (langsung) melakukan PHK kepada pekerja/buruh yang bersangkutan tanpa izin atau penetapan lembaga PPHI (Pasal 160 ayat (5) dan ayat (6).
Hak Pekerja/Buruh yang Ditahan atau selanjutnya di-PHK.
Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan kesalahan tindak pidana (bukan atas pengaduan pengusaha), maka pengusaha tidak wajib membayar upah, tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang bersangkutan yang menjadi tanggungannya sebagai berikut :
- 1 orang, 25 % x upah;
- 2 orang, 35 % x upah;
- 3 orang, 45 % x upah;
- 4 orang/lebih, 50 % x upah (Pasal 160 ayat (!)).
Bantuan tersebut hannya diberikan paling lama 6 (enam) bulan takwim, terhitung sejak hari pertama ditahan oleh pihak yang berwajib (Pasal 160 ayat (2)). Selain pengusaha memberikan bantuan kepada keluaraga pekerja/buruh. Apbila pekerja/buruh di PHK, pengusaha wajib membayar hak-hak pekerja/buruh yang di-PHK karena lasan ditahan pihak yang berwajib tersebut, yakni UANG PENGHARGAAN MASA KERJA (satu kali ketentuan Pasal 156 ayat (3)) dan UANG PENGGANTIAN HAK (sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)).
Pemutusan Hubungan Kerja Karena Pekerja/Buruh Melanggar Pk, Pb/Pkb (161)
Pengusaha dapat melakukan PHK apabila pekerja/buruh melakukan PHK apabila pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan (Klausul perjanjian) yang diatur dalam PK, PP/PKB. PHK tersebut baru dapat dilakukan setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberi Surat Peringatan 3 (tiga) kali berturut-turut, yakni Surat Peringatan Pertama, Kedua dan Ketiga yang masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan. Jangka (tenggang) waktu 6 (enam) bulan tersebut dapat diatur dan ditetapkan lain sepanjang disepakati dalam PK,PP/PKB.
Hak Pekerja/Buruh
Pekerja/buruh yang diputuskan hubungan kerjanya karena melakukan pelanggaran dalam PK, PP/PKB memperoleh hak atas pesangon, uang penghargaan masa kerja masing-masing 1 (satu) kali, dan uang pesangon, uang penggantian hak sesuai ketentuan.
Pemutusan Hubungan Kerja Karena Resign (162)
Salah satu jenis PHK yang inisiatifnya dari pekerja/buruh adalah pengakhiran hubungan kerja karena pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan dilakukan tanpa penetapan (Izin). Syarat yang harus dipenuhi apabila seorang pekerja/buruh mengundurkan diri( agar mendapatkan hak-haknya dan mendapat surat keterangan kerja -eksperience letter )) adalah :
- pemohonan tertulis harus diajukan selambat-lambatnya 30 hari (kalender) sebelum (hari h) tanggal pengunduran diri :
- pekerja/buruh tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
- selama menunggu hari h, pekerja/buruh harus tetap melaksanakan kewajiban sampai tanggal pengunduran diri dari yang ditentukan. Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan pengganti formasi untuk jabatan dimaksud atau dalam rangka transfer of knowledge.
Hak Pekerja/Buruh
Apabila pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, haknya adlah UANG PENGGANTIAN HAK dan UANG PISAH. Besar dan jumlah UPH sebagaimana ditentukan dalam Pasal 156 ayat (4). Sedangkan besarnya Uang Pisah tersbut dan pengaturan pelaksanaan- (pemberian)-nya diatur dalam PK,PP/PKB.
Pemutusan Hubungan Kerja Karena Perubahan Status, Merger, Konsolidasi Atau Akuisisi (163)
Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi) atau perubahan pemilikan perusahaan (akuisisi) dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja. Demikian juga sebaliknya pengusaha dapat melakukan PHK karena terjadi perubahan status, penggabungan (merger) atau peleburan (konsolidasi) dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh (melanjutkan hubungan kerja) di perusahaannya.
Hak Pekerja/Buruh
Dalam hal terjadi PHK karena terjadi perubahan status, penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi) atau perubahan kepemilikan perusahaan (akuisisi), dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka terhadap pekerja/buruh berhak uang pesangon 1 (satu) kali, dan uang penggantian hak.Apabila PHK yang terjadi disebabkan karena perubahan status, merger, atau konsolidasi, dan pengusaha tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dengan pekerja/buruh, maka terhadap pekerja/buruh berhak uang pesangon 2 (dua) kali, uang penghargaan masa kerja 1 (satu), kali dan uang penggantian hak.
Pemutusan Hubungan Kerja Karena Likuidasi (164)
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutu (likuidasi) yang disebabkan 2 hal, yakni a. perusahaan mengalami kerugian terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau b. ada keadaan memaksa (forcemajeur). Kerugian secara terus menerus dimaksud harus dapatdibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik (164 ayat (1) dan (2)).
Demikian juga pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja/buruh karena perusahaantutup (likuidasi) yang disebabkan a. bukan karena perusahaan mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut, atau b. bukan karena keadaan memaksa (forcemajeur), tetapi perushaan melakukan efisiensi.
Hak Pekerja/Buruh
Apabila perusahaan tutup karena merugi atau karena formajeur, maka pekerja/buruh berhak uang pesangon, uang penghargaan masa kerja masing-masing 1 kali ketentuan, dan uang penggantian hak. Namun apabila perusahaan tutup bukan karena merugi atau bukan karena forcemajeur, maka pekerja/buruh berhak uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan, dan uang pengantian hak.
Pemutusan Hubungan Kerja Karena Pailit (165)
Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena perusahaan pailit (bangkrut, bangkrupcy). Pernyataan pailit ini harus ditetapkan berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada Peradilan Umum berdasarkan Undang-undang Kepailitan (Failliissements Verordering sebagaimana telah diubah dengan Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan UU tentang Kepailitan jo UU Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 1998 menjadi UU).
Hak Pekerja/Buruh
Pekerja/buruh yang di PHK karena kepailitan berhak atas uang pesangon 1 (satu) kali, uang penghargaan masa kerja 1 (satu ) kali dan uang penggantian hak.
Pemutusan Hubungan Kerja Karena Pekerja/Buruh Meninggal Dunia (166)
Hubungan kerja demi hukum berakhir apabila pekerja/buruh meninggal dunia, baik meninggal karena kecelakaan kerja atau kecelakaan di luar hubungan kerja atau meninggal (sakit) biasa.
Hak Pekerja/Buruh
Apabila pekerja/buruh meninggal, kepada ahli warisnya diberikan "sejumlah uang" yang besar perhitungannya sama dengan perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon, 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
Pemutusan Hubungan Kerja Karena PEKERJA/BURUH PENSIUN (167)
Yang dimaksud dengan usia pensiun dalam UU Ketenagakerjaan adalah batas usia yang ditetapkan oleh pengusaha/perusahaan (sesuai dengan jabatannya) dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Dalam UU Ketenagakerjaan tidak dibedakan antara usia pensiun normal, usia pensiun wajib dan usia pensiun dipercepat sebagaimana diatur dalam UU Dana Pensiun.
Namun dalam konteks kepesertaan pekerja/buruh dalam program pensiun, Menteri Tenaga Kerja mengatur batas usia pensiun normal, yakni 55 tahun dan batas usia pensiun wajib adalah 60 tahun sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. Nomor PER 02/MEN/1995 tentang Usia Pensiun Maksimum bagi Peserta Dana Pensiun.
Hak Pekerja/Buruh
Apabila pekerja/buruh diputuskan hubungan kerjanya karena memasuki usia pensiun yang telah ditentukan dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak ikut/diikutkan dalam program pensiun, maka pengusaha wajib memberikan uang pesangon 2 (dua) kali, uang penghargaan masa kerja, 1 (satu) kali dan uang penggantian hak (ayat 5).
Apabila pekerja/buruh ikut/diikutkan dalam program pensiun (yang mengusahakan manfaat pensiun) dan iuran/premi sepenuhnya diabayar oleh pengusaha (Pemberi Kerja), maka pekerja/buruh tidak berhak lagi uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja, akan tetapi berhak atas uang penggantian hak dan (tentunya) manfaat pensiun (ayat )).
Dalam hal pekerja/buruh ikut/diikutkan dalam program pensiun yang iuran/premi sepenuhnya dibayarkan oleh Pemberi Kerja (non contributory) dan jaminan atau manfaat pensiun tersebut memenuhi syarat untuk dapat diterima sekaligus berdasarkan UU Dana Pensiun, maka harus diperhitungkan dan diperbandingkan antara jumlah uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima sesuai dengan pasal 167 ayat (5) dengan hak atas manfaat pensiun yang diterima sekaligus plus uang penggantian hak yang diterima, apabila ternyata terdapat selisih (kurang), maka selisih (kurang) tersebut harus dibayar oleh Pemberi Kerja. Namun disini tidak diatur bagaimana seandainya terdapat selisih (lebih), apakah mungkin pemberi Kerja harus mengikhlaskan? (Pasal 167 ayat (2)).
Apabila pekerja/buruh ikut/diikutkan dalam program pensiun, dan oleh para pihak : Pemberi Kerja dan pekerja/buruh akan mengatur dan menentukan lain sepanjang tidak mengurangi hak yang ditentukan UU Ketenagakerjaan dan tidak bertentangan dengan UU Dana Pensiun, maka dimungkinkan untuk diatur dan diperjanjikan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 167 ayat (4)).
Pemutusan Hubungan Kerja Karena Pekerja/Buruh Mangkir (168)
Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah 2 (dua) kali dipanggil oleh pengusaha secara patut dan tertulis, dapat di_PHK karena dikulifikasi (sebagai) mengundurkan diri. Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud, harus diserahkan paling lambat pada hari (kesempatan) pertama pekerja./buruh masuk bekerja.
Hak Pekerja/Buruh
Hak pekerja/buruh karena mangkir, berhak atas UANG PENGGANTIAN HAK dan diberikan uang pisah. Disinit pemberian uang pisah tidak disyaratkan harus terhadap pekerja/buruh yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung. Dengan demikian, siapa saja pekerja/buruh yang mangkir dan memenuhi syarat, berhak untuk mendapatkan uang pisah dan tidak lagi dipersyaratkan harus pada jabatan yang tugas pada jabatan yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung.
Pemutusan Hubungan Kerja Karena Permohonan Pekerja/Buruh (169)
Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan PHK kepada lembaga PPHI, apabila pengusaha melakukan hal-hal sebagai berikut :
- menganiaya, menghina secara kasar atau (pengusaha) mengancam pekerja/buruh;
- membujuk dan atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
- tidakmembayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan, selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih;
- tidak melakukan kewajiban yang telah diperjanjikan kepada pekerja/buruh;
- memerintahkan kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan;
- memberikan pekerjaan yang membahayakan (keselamatan) jiwa, keselamatan, kesehatan dan kesusilaan pekerja/buruh, sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan dalam PK.
Namun apabila ternyata permohonan PHK tersebut tidak terbukti kebenarannya, dengan kata lain, pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana yang dituduhkan, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa izin/penetapan dari lembaga PPHI.
Hak Pekerja/Buruh
Apabila permohonan pekerja/buruh yang bersangkutan dikabulkan oleh lembaga PPHI dan dikemudian dan kemudian di-PHK, maka pekerja/buruh yang bersangkutan berhak atas uang pesangon 2 (dua) kali, uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali, dan uang penggantian hak. Dalam hal pengusaha ternyata tidak terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan, maka terhadap pekerja/buruh dapat di-PHK tanpa penetapan dan tanpa hak atas uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja. Dalam hal pasal ini tidak disebutkan, mengenai berhak atau tidaknya atas uang penggantian hak, namun tersirat bahwa ia tetap berhak atas uang penggantian hak tersebut.
Pemutusan Hubungan Kerja Karena Sakit Dan Atau Cacat Total Tetap (172)
Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaaan kerja (cacat total tetap) dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan, dapat mengajukan PHK.
Hak Pekerja/Buruh
Hak pekerja/buruh yang di-PHK karena sakit berkepanjangan, cacat akibat kecelakaan kerja adalah UANG PESANGON 2 (dua) kali, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA 2 (dua) kali, dan uang penggantian hak.
PENUTUP
Demikian jenis-jenis pemutusan atau pengakhiran hubungan kerja yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Pada bagian akhir tulisan ini, pertanyaan yang mungkin timbul, bagaimana kalau terdapat pemutusan hubungan kerja yang ketentuan dan alasan pemutusannya serta hak-haknya tidak diatur dalam UU atau peraturan pelaksanaannya? Sebagaimana telah disebutkan bagian awal tulisan ini bahwa hubungan kerja adalah merupakan salah satu hubungan hukum yang timbul atau lahir karena perjanjian, yakni perjanjian kerja (perjanjian perburuhan). Dengan adanya perjanjian tersebut, maka lahir perikatan yaitu perikatan dalam hubungan kerja, yang mewajibkan kepada para pihak untuk menunaikan kewajiban dan menuntut hak masing-masing (prestasi dan kontra prestasi). Sebagaimana diketahui, bahwa perikatan disamping lahir karena perjanjian, juga lahir karena UU (Pasal 1234 KUH Perdata). Oleh karenanya kalau perikatan tersebut tidak diatur dalam UU, maka selayaknya diatur dan diperjanjikan oleh kedua belah pihak. Denggan kata lain, apa yang diatur dalam UU (khususnya UU Ketenagakerjaan) adalah merupakan perikatan yang lahir karena UU. Sehingga apabila UU tidak mengaturnya, atau UU tidak melahirkan suatu kewajiban, maka tentunya harus diatur melalui perjanjian yang akan melahirkan kewajiban yang mungkin saling bertimbal balik. ***
Read More...