Kalau dari Judulnya "Membangun Sistem Pengembangan Berbasis Kompetensi" rasanya keren banget. Tapi sebenarnya bukan itu yang saya ingin share disini dan sharing kali ini juga bukan untuk sebuah tuntutan tetapi sebuah ajakan diskusi saja karena jujur saja saya masih bingung dengan konsep berbasiskan kompetensi pada aplikasinya di perusahaan.

Dalam beberapa minggu ini saya coba memahami sebuah sistem pengembangan berbasiskan kompetensi ini. Dimana secara sederhana saya memahaminya sebagai sebuah sistem dimana karyawan dikembangkan berdasarkan gap kompetensi yang ada antara Individual Requirement dengan Job Requirement. Diharapkan dengan mengisi gap tersebut dapat menjadikan karyawan lebih mumpuni untuk menjalan tugasnya. Proses pengisian gap ini beragam caranya, salah duanya bisa dengan In Class Training atau On The Job Training. Namun memang tidak bisa serta merta langsung bisa terisi, proses pengukuran memerlukan waktu dan tergantung sekali pada fokus yang ada diukur.

Beberapa level pengukuran dampak sebuah training diantaranya :

  1. Pengukuran pada knowledge yang dapat diukur dengan post dan pre test, biasanya dilakukan langsung di dalam kelas.
  2. Pengukuran pada Kemampuannya atas penambahan pengetahuannya melalui training tadi
  3. Pengukuran pada Perilaku pribadi karyawan tersebut dan yang terakhir pengukuran pada perilaku organisasi secara keseluruhan dimana karyawan tersebut berada.
Dalam beberapa perusahaan pengukuran paling tinggi dilakukan hingga level 3, namun perlu waktu minimal 3 bulan untuk mengetahuinya, misalnya melalui Behavior Observation System. Saya sendiri tidak sedang bermimpi untuk mengukur hingga level 3 tersebut, tapi cukup pada level 2 saja sudah sangat membanggakan. :)

Kembali pada proses indetifikasi kompetensi guna mengetahui gapnya paling ideal dilakukan dengan assesment center. Pendekatan ini, menurut informasi yang saya terima, merupakan pendekatan yang paling bagus dalam mengidentifikasi kompetensi seseorang. Namun, sayangnya biayanya cukup mahal dan time consume. Pendekatan berikutnya yang cukup murah meriah adalah dengan melakukan Learning Group Discussion, namun ini time consume juga dan untuk perusahaan yang memiliki cabang yang cukup banyak maka biaya perjalanan akan menjadi sangat besar karena harus menginap untuk perserta dari luar kota. Yang ketiga.... alternatifnya adalah menggunakan interview dengan sistem Behavior Event Interview (BEI).

Pertanyaannya. Apakah semua leader sudah mampu untuk melakukan proses interview dengan sistem ini dan mampu mengidentifikasi setiap level kompetensi..?

Bisa.. namun sangat amat subjectif dan penuh dengan bias. Seorang leader yang berlatar belakang Human Resource saja mungkin bisa menilai berbeda dengan rekan lain dalam satu profesi yang sama. Dalam hal ini perlu jam terbang yang tinggi untuk menjadi sensitif atas apa yang ditunjukan oleh karyawan yang diinterview untuk kemudian ditentukan level kompetensinya.

Bagaimana dengan para leader yang sehari-hari jarang melakukan proses BEI..? Apakah informasi yang dituangkan adalam penilaian kinerja akhir tahun pada bagian kompetensi menjadi valid sebagai dasar pengembangan berbasiskan kompetensi.

Hingga kini saya belum menemukan jawabannya yang pas untuk men-challenge diri saya sendiri atas kondisi diatas. Semoga bisa segera mendapatkan "hidayah" nya :)



0 comments

//infolink script//