Saat istirahat siang sempat diskusi kecil dengan seorang rekan kerja yang datang ketempat saya. Berawal permintaan saya terhadap data SAP berupa data cost center dari masing-masing karyawan untuk pembenahan cost center paska reorganisasi, dia tau-tau nongol disamping saya sambil menanyakan apakah atanya sudah diterima..? Sambil mengunyah saya bilang "sudah pak.." Lalu ybs duduk disebelah saya.

Diskusi berawal dari data cost center tersebut melebar hingga akhirnya kita membicarakan mekanisme mengukur overtime (lembur) sebagai indikator (signal) terhadap kondisi sebuah organisasi atau sub organisasi.

Ditempat saya bekerja, untuk level non-staff berhak lembur atas kelebihan jam kerja normalnya sebanyak 56 jam / bulan. Artinya jika... seorang karyawan (non staff) dengan gaji sebesar Rp. 2.000.000,- maka atas dasar ketentuan diatas hitungan lemburnya seharusnya tidak boleh lebih dari Rp 1.295.000,-

Hitungan sederhananya sbb :

Asumsi : 56 Jam adalah lembur yang dilakukan pada setiap hari libur, *hari kerja dalam perusahaan adalah 5 hari kerja*, sebanyak 8 X selama 7 jam. Dalam perhitungan lembur berdasarkan KepMenaker lembur hari libur pada 7 jam pertama dikalikan 2.

Gaji Pokok = 2.000.000
Upah Perjam = 11.561
Batas Maksimal Untuk Lembur = 56 x 2 x 11.561 = 1.295.000

Apa yang dapat dianalisa jika biaya lembur melebihi 1.295.000 / bulan. Sangat beragam tentunya, namun salah satunya kita bisa melihat betapa banyaknya pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan tersebut sehingga harus lembur selama 8X selama 7 Jam / bulan. Jika ternyata dalam satu departemen yang melakukan claim lembur hanya satu atau dua orang saja, ada kemungkinan tidak meratanya load pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan dan masih banyak lagi.

Bagaimana dengan perhitungan lembur diperusahaan anda sebagai kontrol terhadap karyawan...?


0 comments

//infolink script//